Sekelompok anak muda itu berkumpul di dekat halte Tosari, Jakarta Pusat. Mereka membawa ular, biawak, dan iguana (ukuran kecil hingga besar). Meski terlihat menyeramkan, namun reptil-reptil itu tampak jinak. Ular sanca dililitkan di leher, boleh pula dipegang dan dielus. Begitu juga dengan biawak dan iguana dengan asyik bertengger di pundak dan kepala orang yang membawanya.
Itulah sekelompok anak muda yang menamakan diri Komunitas Debar (Dekat Bareng Reptil). Nyaris setiap minggu, yang bertepatan dengan acara hari bebas kendaraan (Car Free Day) mereka tampil di sana, bergerombol dengan reptil kesayangan mereka.
Tidak heran aksi anak-anak muda itu menjadi perhatian para pengunjung. Pengunjung, mulai dari anak-anak, remaja hingga orang tua tampak melihat-lihat, berfoto bareng reptile, ada juga yang bertanya-tanya. Sebagian pengunjung ada yang terlihat kaget. Ada yang tak takut-takut untuk mengelus, bahkan memangku ular kemudian berfoto.
Anggota Komunitas Debar, Dinda, dengan asyik memainkan ular sanca di tangannya. Perempuan bertubuh kecil itu tak terlihat jijik, apalagi takut. Dia mengaku menikmati bermain bersama ular kesayangannya.
Menurut Dinda, ular itu sudah jinak karena dirawat sejak bayi, sehingga tidak lagi punya sifat buas. Beda dengan ular yang diambil di alam bebas. Untuk makanan, Dinda menyiapkan tikus dan ayam.
Sahabat Dinda, Abal, bahkan membiarkan biawaknya merayap di badan. Tangan Abal terlihat banyak goresan. “Ini kena cakaran biawak. Wajarlah kena cakar. Kucing aja nyakar,” katanya enteng.
Menurut Abal, biawaknya biasa dikasih makan ayam. Pemberikan pakan diberi seminggu sekali. “Sekali makan 20 ayam,” katanya.
Bisa Bersahabat
Komunitas Debar berdiri sejak 2003, yang awalnya bernama Reptil Gang Subuh, karena punya markas di Gang Subuh, Cipinang, Jakarta Timur. Meski sebagai komunitas pecinta reptil, namun tujuan mereka adalah menyosialisasikan reptil sebagai sarana pendidikan.
“Selama ini anggapan orang reptil itu jijik. Padahal, reptil juga bisa bersahabat,” kata Ketua Komunitas Debar Novandry Dwi Saputra.
Soal digigit, itu memang biasa karena reptil memang bukan hewan jinak. Karena itu kehati-hatian tetap diperlukan.
Masih di acara Car Free Day, tampak sekelompok orang seperti sedang berdemo membawa sejumlah poster. Mereka adalah komunitas pecinta anjing, yang berjalan keliling mengajak masyarakat agar tidak menyakiti anjing. Misalnya, “Kalau Tidak Suka Anjing Jangan Menyakitinya”, kemudian ada pula tulisan, “ Stop Makan Daging Anjing”, atau “Aku Sahabat Bukan Makanan,” dengan simbol bergambar kepala anjing. Sebagian dari pendemo ada yang membawa anjing-anjing lucu.
Sedangkan di luar para pendemo, banyak pula masyarakat yang datang ke acara hari bebas kendaraan itu dengan membawa hewan kesayangan. Anjing memang paling banyak dibawa, menemani jalan-jalan atau lari pagi.
Namun ada juga yang membawa musang. Musang-musang yang berbulu halus itu diberi tali dilehernya lalu ditaruh di pundak, seperti membawa burun. Pengunjung pun tampak tidak terganggu.
Tampaknya, banyaknya komunitas pecinta binatang seperti yang sering terlihat di acara hari bebas kendaraan sepanjang Jalan MH Thamrin-Sudirman itu, menunjukkan tingkat kesadaran masyarakat yang mulai membaik pada hewan. Mereka mengangap hewan-hewan itu bukan untuk disakiti, tapi bisa juga dijadikan sahabat. (Abdul Kholis)
Sumber: Vetnews.co